IBU

Siang yang sangat panas terasa membakar kepalaku,jalan raya yang selalu dipenuhi manusia yang lalu lalang dan pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya menambah kumuh suasana Jakarta siang itu.Bunyi klakson motor dan mobil yang membisingkan telinga membuat diri ini ingin cepat sampai pada tempat tujuan.

Ku kendarai mobil menuju restoran sunda untuk menyantap makan siang,serta menemui rekan bisnis untuk membicarakan proyek yang akan dijalankan.Seperti biasanya setumpuk kerja membebani ku walaupun dalam jam istirahat siang.

Tepat pukul 13.00 ku parkirkan sedanku,disamping kiri mobilku terparkir Honda jazz biru.Kulihat sekeliling tempat parkir,sunyi dan hening terasa,mungkin mereka yang sudah memarkirkan mobilnya sedang menyantap makan siangnya. Sangat berbeda sekali dengan keadaan diluar sana yang dipenuhi pedagang kaki lima .
Ku buka pintu masuk restoran,seorang pelayan cantik mempersilahkan ku menuju tempat yang kosong,tak lama kemudian seseorang yang berbadan gemuk dan tak asing lagi bagiku melambaikan tangannya pertanda memanggilku menuju tempatnya.Dia adalah Zaenal,teman kuliah ku dulu di Universitas MercuBuana yang sekarang ini menjadi rekan bisnis ku .

“Bagaimana kabarmu yus?”Ucapnya sambil menjabat tangan dan memelukku erat.

Kusambut tangannya dengan menjawab”baik. kamu sendiri bagaimana nal?”

“Sangat baik sekali hari ini.”

Seorang pelayan dipanggil untuk memesan makanan.Ku memilah makanan yang akan kusantap siang yang sangat panas ini.akhirnya ku temukan juga makan yang sangat menggugah selaraku siang itu,ayam rica-rica dengan bumbu dari sunda dengan minum air kelapa muda ditambah es. Sungguh sangat menggugah seleraku siang itu.

Makan siang telah usai,ku nyalakan sebatang rokok,begitu pun Zaenal yang mengikutiku.Suatu kebiasaan yang takkan terlewatkan sejak masa kuliah dulu,bahkan merokok bisa menambah keakraban diantara kami.Menghabiskan rokok siang itu sambil membicarakan bisnis yang akan dijalani seakan tak membebani pikiran kami berdua,canda tawa selalu saja terselip diantara pembicaraan-pembicaraan yang serius.

Pembicaraan kami mencapai akhir ketika waktu menunjukkan pukul 17.00,pembicaraan yang sangat panjang tapi mengasyikkan bagi kami,mengingat kami jarang sekali bertemu dan tertawa ria karena kesibukan masing-masing.

“Baiklah kalau begitu saya pulang yus.”Ucap Zaenal..

“Ya,terimakasih atas kerjasamanya semoga kita bisa berbisnis dengan baik,sebagaimana berteman pada masa kuliah dulu.”Sahutku.

Kulihat jendela restoran sore itu,keadaann yang tak jauh berbeda dengan siang tadi.selalu saja macet oleh mobil umum maupun kendaraan pribadi. Akan tetapi pada sore hari macet mencapai klimaksnya karena setiap orang yang kerja dan anak-anak yang bersekolah keluar.Rasa enggan beranjak dari tempat duduk menghampiriku sore itu karena keadaan jalan yang macet.Aku sekarang hanya sendiri,temanku Zaenal telah pergi mendahuluiku karena ada bisnis lain yang akan dijalankannya.Sungguh luar biasa,pada sore hari pun masih saja ada pekerjaan,kalau aku ada pekerjaan sore seperti ini,akan kulepas saja tanpa tanggung jawab kerana rasa lelah yang sudah menghampiri.

Dengan rasa enggan yang menghampiri kunyalakan sebatang rokok tuk menemani kesendirianku kemudian berjalan menuju tempat parkir. Berbeda dengan tadi siang,suasana tempat parkir kini mulai sedikit sepi, Honda jazz yang tadi disamping sedanku kini telah tiada.Kunyalakan mesin lalu beranjak dari tempat parkir menuju ke peraduanku di Tangerang sana .

Sudah kuduga sejak awal,belum sampai 1 kilometer dari tempat parkir aku sudah terjebak oleh kemacetan yang tak berujung.Rokok menjadi salah satu teman yang paling setia disaat-saat macet seperti ini.Rasa penat akan hilang bersamaan dengan keluarnya asap.

Jalan raya sudah tak tampak lagi dasarnya karena dipenuhi oleh ribuan kendaraan,sedanku pun ikut serta dalam memenuhi jalan.Ditemani sebatang rokok ditangan kulihat sekeliling jaln raya.Bermacam-macam orang kulihat disana,akan tetapi ada satu pemandangan yang sangat menarik kedua mataku,kulihat seorang nenek tua renta sedang menggendong anaknya.Dengan penuh pengharapan nenek tersebut meminta-minta ke setiap mobil yang dijumpainya.

Aku teringat akan ibuku dirumah sana , betapa besar pengorbanan yang diberikan terhadap sang buah hati walaupun tubuhnya tak lagi muda.

Ibuku yang sangat menyayangi keluarganya harus rela mengorbankan kaki kanannya tertabrak mobil.sungguh keadaan yang tak diinginkan.

Peristiwa itu terjadi tepat awal bulan puasa tahun 2007 silam,ketika ibuku hendak menjenguk adikku di pesantern turus,Pandeglang.ketika peristiwa itu terjadi aku masih duduk dibangku SMA,Aku yang masih berada didalam kelas saat itu menerima telepon yang tak ku kenal dari siapa,dengan penuh tandatanya ku angkat saja teleponku.

“Hallo,ini iyus?”belum sempat kujawab pertanyaan yang diajukannya, dia langsung meneruskan perkataannya.”Yus ini kakak,sekarang kakak ada di Serang sama ibu,kakak kecelakaan kaki ibu patah,cepat pulang beri tau bapak.”Belum sempat ku berkata-kata air mataku sudah berlinang membasahi pipi.

“Ya Allah,apakah ini mimpi ?”Ucap ku dalam hati.Tanpa pikir panjang,aku meminta izin untuk pulang dari sekolah dan mengabari bapakku yang masih bekerja dipasar.

Bapakku mencoba tegar dengan tidak meneteskan air mata mendengar hal tersebut tapi tidak dengan raut wajahnya.Bingung dan bimbang menghampiri kami.Bagaimana cara kami menuju Serang sedangkan kendaraan pribadi tak punya,ingin naik mobil umum pasti akan sampai lama sekali.Aku berinisiatif meminjam mobil ketua RW kerena pada saat itu mobilnya tak dipakai.

Satu jam diperjalanan akhirnya kami sampai Serang tepatnya di dekat terminal Pakupatan.Air mata yang tadi sudah mengering kini menetes kembali melihat kaki ibuku terbungkus oleh kain putih panjang dan mencucurkan darah segar.”Ya Allah,aku tak tega melihat ibuku dalam keadaan seperti ini.”ucapku dalam hati.Begitupun bapakku yang tak tadi terlihat sangat tegar mencucurkan air mata sejadi-jadinya,suasana pilu menyelimuti ruang kecil yang dihuni oleh ibuku.

Sebulan penuh ibuku dirawat diSerang namun tak juga ada perubahan yang terjadi.Setiap hari yang dilakukan ibuku hanya menangis menahan rasa sakit di kakinya,ibuku kembali seperti anak kecil yang harus dibantu segala-galanya dari mulai makan,minum bahkan untuk buang air saja harus diatas vispot.Keadaan itu berlanjut sampai satu tahun kedepan.

Yang lebih menyedihkan adalah sampai sekarang ini kaki ibuku tak bisa juga untuk ditekuk karena terlalu lama dibalut oleh kain.

Lamunanku terhenti ketika nenek tersebut menghampiriku dan mengetuk kaca mobilku. Tanpa pikir panjang ku keluarkan isi dompet dan memberinya.Dan tanpa sadar air mataku mengalir membasahi pipi mengingat ibuku.

posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda